MAKALAH TEORI ORGANISASI DAN ADMINISTRASI (Rancang Bangun Pekerjaan organisasi)
TEORI ORGANISASI DAN ADMINISTRASI
(Rancang Bangun Pekerjaan organisasi)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Tuhan yang
telah menolong saya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Intervensi
Peningkatan Produktivitas. Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan, baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar diri penyusun.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Intervensi
Peningkatan Produktivitas” dan dibuat karena menarik perhatian penulis untuk
dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap
dunia perkembangan ilmu bisnis. Semoga makalah ini dapat memberi wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan . Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Penulis,
Kelompok14
DAFTAR ISI
KataPengantar……………………………………………………………………........1
Daftar Isi……………………………………………………………………….............2
BAB
I PENDAHULUAN
Latar Belakang………………………………………………………………………....3
Rumusan Masalah………………………………………………………………….......3
Tujuan………………………………………………………………………………….4
BAB
II PEMBAHASAN
Rancang
Bangun Pekerjaan…………………………………………………………....5
Tim
Kerja yang “Mandiri”…………………………………………………..................6
Gugus
Kendali Mutu………………………………….....................…………………..8
Mutu
Hidup Kekaryaan…………………………………...............................................9
Penciptaan
Sistem Bekinerja Tinggi dengan Teknik Intervensi Menyeluruh................11
BAB III PENUTUP
Kelebihan...................................................................................................................... 15
Kekurangan………………………………………………………………...................15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….............16
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di kalangan manajemen sering timbul
pertanyaan apakah benar bahwa tidak
ada batas tingkat kinerja bagi para anggota organisasi apabila mereka terlatih dengan baik,
memperoleh dukungan penuh bukan hanya dari manajemen, akan tetapi juga dari
rekan setingkat dan, bagi kelompok manajer, dari para bawahan serta
mendapat imbalan yang wajar? Pertanyaan
ini sering muncul ke permukaan karena, sebagaimana dimaklumi, organisasi
dewasa ini dihadapkan kepada berbagai tantangan yang semakin rumit, bukan
saja secara intemal, akan tetapi juga karena perkembangan dan tuntutan lingkungan
ekstemal, bahkan pada tingkat global y.rng mau tidak mau mengharuskan
organisasi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya
untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut.
Dalam banyak organisasi, wewenang
pengambilan keputusan telah didelegasikan kepada tingkat terendah
dalam organisasi. Salah satu alasan untuk bertindak demikian
ialah semakin kuatnya pandangan yang mengatakan bahwa pada tingkat itulah
terdapat orang-orang yang paling mengetahui masalah opersional apa yang
dihadapi oleh organisasi. Menarik pula untuk mengamati bahwa dewasa ini
kelompok kerja dan bukan individu menjadi instrument utama untuk
mengorganisasikan berbagai kegiatan yang perlu diselenggarakan demi tercapainya tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan penerapan dari apa yang dewasa
ini dikenal sebagai manajemen dengan pendekatan keterlibatan dengan
intensitas tirggi, tugas-tugas perencanaan, pengorganisasian, pemberian arah,
pembinaan, pengendalian dan pengawasan semakin banyak diserahkan
kepada berbagai kelompok kerja.
Karena semua itu, konsultan PO melakukan
pula berbagai bentuk intervensi
demi peningkatan produktivitas kerja individu, kelompok kerja dan organisasi sebagai
keseluruhan. Empat bentuk intervmsi yang disoroti dan dibahas dalam bagian
ini idah rancang bangun pekerjaan-termasuk rancang bangun ulang
pekerjaan-tim kerja yang "mandiri", gugus kendali mutu dan peningkatan mutu
kehidupan kekaryaan.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat
dibuat beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui Masalah Rancang Bangun Pekerjaan.
2. Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan tim Kerja yang
“Mandiri”.
3. Pengertian dan Pemahaman tentang Gugus Kendali Mutu.
4. Mengetahui Apa Itu Mutu Hidup Kekaryaan.
5. Mengetahui Bentuk Intervensi Tingkat Sistem yaitu,Sistem
Bekinerja Tinggi, Program PO dalam Bentuk Kisi-kisi, dan Survei Untuk
Memperoleh Umpan Balik
C.TUJUAN
Tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan
bermanfaat bagi kita semua .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
RANCANG
BANGUN PEKERJAAN
Bagi para praktisi dan teoretisi manajemen,
masalah rancang bangun pekerjaan bukanlah hal yang baru. Bahkan asal-usul
pendekatan ilmiah tentang rancang bangun dapat
ditelusuri pada pemikiran Frederick W. Taylor, yang dikenal sebagai pelopor
"Gerakan Manajemen ilmiah"
yang pada tahun
1991 melakukan studi yang
disebut sebagai "Studi Waktu dan Gerak". Dalam studinya,
Taylor menemukan bahwa produktivitas para karyawan di tempatnya bekerja rendah dan
penyebab utamanya ialah karena banyak waktu
pada jam kerja yang terbuang
sebagai akibat gerak-gerik mereka yang tidak efisien.
Dua
teori yang menonjol dalam kaitan ini ialah teori perkaryaan pekerjaan dan teori
karakteristik pekerjaan:
Teori Perkayaan perkerjaan. Agar
rancang bangun ulang pekerjaan menjadi suatu instrumen Perkayaan pekerjaan, hal-hal
berikut mutlak perlu mendapat perhatian:
1. Rancang bangun harus merupakan faktor
motivasional bagi para
karyawan untuk menampilkan kinerja yang
lebih memuaskan.
2.Rancang
bangun pekerjaan harus bersifat "taylor-made" dalam arti
disesuaikan dengan situasi spesifik yang
dihadapi dalam penyelesaian
tugas.
3.Pekerjaan
harus berupa satuan pekerjaan yang "alamiah" dan utuh
yang berarti tidak semata-mata
memperhitungkan jenis spesialisasi
yang diperlukan oleh para karyawan,
meskipun spesialisasi tetap
penting dalam organisasi yang besar dan
kompleks.
4.Berikan
pekerjaan yang semakin sulit kepada para karyawan dengan
terlebih dahulu menyelenggarakan
pelatihan untuk memperoleh
keterampilan baru.
5.Berikan
wewenang yang lebih besar kepadaPata karyawan, terutama
dalam bentuk partisipasi mengambil
keputusan yang penting dan
sulit.
6.Upayakan
agar dalam suatu kelompok kerja terdapat seorang atau
beberapa “ahli”
yang mampu berperan sebagai tempat bertanya,
minta bantuan atau sebagai sumber informasi.
7.Agar
tersedia informasi ya.g berkaitan dengan tugas pekerjaan Para
Karyawan.
8.Hindari
pengawasan yang ketat tanpa kehilangan kendali tentang
jalannya roda organisasi.
9.Imbalan
yang bersifat ekstrinsik harus menyertai perubahan yang terjadi dalam sifat
pekerjaan seseorang.
10.Perlu
kesadaran di kalangan manajemen bahwa imbalan saja tidak
akan meningkatkan kinerja para karyawan. Artinya, baik
peningkatan
mutu pekerjaan dan imbalan sama-sama diperlukan agar rancang
bangun pekerjaan mendatangkan hasil yang
diharapkan.
Teori Karakteristik Pekerjaan. Teknik lain yang sudah sering digunakan
sebagai instrumen meningkatkan kepuasan dan produktivitas Para karyawanan
adalah yang dikembangkan dalam teori karakteristik pekerjaan. Teori tersebut tergambar
dalam suatu model yang mengandung lima dimensi pokok yang apabila
diperhitungkan dengan tepat, akan berakibat pada peningkatan motivasi dan
kepuasan kerja para karyawan. Kelima dimensi pokok itu ialah:
1.keanekaragaman keterampilan,
2.ldentitas
pekeriaan,
3. pentingnya
pekerjaan,
4. otonomi, dan
5. umpan balik.
B.
TIM
KERJA
YANG "MANDIRI"
Yang dimaksud dengan tim kerja yang “mandiri” ialah suatu kelompok yang diberi
otonomi oleh manajemen tingkat atas ,untuk
mengambil keputusan tentang
cara yang hendak mereka tempuh menyelesaikan tugasnya.
Ciri-ciri
Tim Kerja yang Mandiri.Pengalaman berbagai organisasi yang sudah menggunakan teknik ini sebagai instrumen intervensi dalam
rangka peningkatan produktivitas
keria menuniukkan bahwa ciri-ciri yang
lumrah atau seyogianya
oleh berbagai tim kerja yang mandiri ialah:
a.
struktur organisasi
sendiri didasarkan pada konsep
tim yang berarti bahwa hierarki manajemen tidak terlalu
"berlapis-lapis"
dan uraian pekerjaan hanya ringkas.
b. Budaya
organisasi didominasi oleh pandangan egalitarian dan para pejabat pimpinan pun
tidak menonjolkan simbol-simbol statusnya.
c. Tim
kerja melaksanakan tugasnya pada satu lokasi dengan batas-batas yang jelas.
d. Meskipun
iumlah anggota tim mungkin saja berbeda-beda tergantung antara lain pada sifat
tugas, batas waktu, kelengkapan sarana
dan prasarana, tetapi
tetap diupayakan agar keanggotaan dalam tim sekecil mungkin.
e. Para
anggota tim memiliki visi yang sama tentang apa yang ingin dicapai, bagaimana
mencapainya, pembagian tugas apa yang diperlukan dan mekanisme penilaian
kinerja apa yang akan diterapkan.
f. Terdapat
rasa kemitraan yang tinggi antara para karyawan dan manajemen.
g. Konfigurasi
tim dibuat sedemikian
rupa sehingga perbedaan latar belakang, pengalaman,
variasi liultur yang dianut, pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki dimanfaatkan sebagai salah satu sumber kekuatan tim.
h. Setiap
dan semua anggota tim mempunyai akses yang sama pada informasi yang dimiliki oleh
tim. Ciri ini penting karena
peranan informasi sebagai penunjang pengambilan
keputusan yang efektif memang tidak bisa
dianggap remeh.
i.
Setiap anggota tim adalah ahli di
bidangnya yang berarti menguasai
seluk-beluk bidang pekerjaanya. Akan tetapi di
samping itu, para anggota tim diharapkan memiliki
pula keterampilan
interpersonal yang baik serta bersedia
bekerja sama dengan orang-orang lain.
j.
Agar tim mandiri sukses
dalam penyelesaian tugasnya, kepada mereka harus diberikan
pelatihan, terutama petatitlan lintas fungsi, karena keberhasilan tim tergantung pada pura anggota
yang terampil dan ahli dalam berbagai ragam bidang kegiatan organisasi termasuk keterampilan
teknis, keuangan,
akunting, bentuk persaingan
di pasaran dan proses kelompok.
k. Para
anggota tim berorientasi pada Pemuasan
semua pihak yang berkepentingan dengan
penekanan perhatian dituiukan pada para pelanggan atau pengguna jasa yang dihasilkan
oleh tim.
l.
Tim memberikan
perhatian yang serius pula kepada kepentingan pemasok karena tim
menyadari bahwa mutu produk yang dihasilkannya sangat tergantung pada mutu bahan mentah dan bahan
baku yang di terimanya dari Pemasok tersebut.
Hal-hal
yang Perlu Diwaspadai.
Meskipun sudah
umum diakui bahwa pembentukan
dan pemanfaatan tim kerja yang mandiri sangat penting sebagai instrumen PO dalam
rangka peningkatan kepuasan dan
produktivitas kerja. para
karyawan, terdapat berbagai hal yang perlu
diwaspadai dalam penggunaan
instrumen tersebut, antara lain ialah:
1.
Apabila para karyawan
melaksanakan kegiatan yang tidak interdependen dengan kerja lain, pembentukan tim mungkin tidak diperlukan.
2.
Organisasi tertentu
bisa saja mempunyai persepsi bahwa organisasi
tersebut tidak atau belum perlu melakukan perubahan.
3. Pembentukan
tim kerja yang mandiri tidak perlu dipaksakan terutama dalam situasi di mana
para manajer belum memahami fungsi, tugas dan peranan mereka dengan
jelas.
4. Organisasi
yang tidak menghargai kinerja yang
memuaskan akanmenghadapi berbagai masalah.
5. Tidak
sedikit konsultan yang berpendapat bahwa tidak adanya kesempatan bagi para anggota tim
untuk memperoleh keterampilan baru melalui pelatihan, merupakan
salah satu faktor penyebab ketidakberhasilan tim tersebut.
6.
Jika suatu organisasi
mengubah tipe dan struktumya hingga menjadi lebih
"datar", salah satu akibatnya ialah berkurangnya kesempatan untuk menaiki
tangga karier bagi para karyawan, terutama karier yang bersifat manajerial.
C. GUGUS
KENDALI MUTU.
Pengertian Gugus Kendali Mutu.
Gugus
kendali mutu adalah sekelompok karyawan
yang secara sukarela bertemu secara berkala-misalnya sekali seminggu atau sekali
sebulan-untuk mendiskusikan, menganalisis dan menyarankan pemecahan
terhadap masalah-masalah yang dihadapi bersama. pada mulanya, menyangkut bidang
produksi.
Pemahaman tentang pembentukan dan
pemanfaatan gugus kendali menyangkut
hal-hal sebagai berikut:
Dalam suatu gugus kendali mutu biasanya
terdapat tiga unsur, yaitu:
1.
para anggota, seorang pimpinan
kelompok dan seorang yang berperan sebagai fasilitator. Meskipun
tidak ada "rumus" yang pasti tentang jumlah keanggotaan gugus, pengalaman
menunjukkan bahwa keanggotaan tersebut bervariasi dari tiga hingga lima
belas orang.
2.
Pimpinan kelompok, yang
dapat dijabat oleh seorang penyelia formal atau seorang pimpinan
informal yang disepakati bersama, bertindak selaku moderator dan
mengarahkan kegiatan gugus.
3.
3.organisasi
mengangkat dan mempekerjakan seorang fasilitator
yang bertindak sebaga: konsultan,
tetapi dia bukan
anggota gugus.
4.
Kelompok manajemen,
baik madya maupun puncak, memberikan dukungan yang diperlukan oreh gugus dan
akhirya menyetuyui atau menolak saran-saran yang diajukan oleh
gugus.
"Bendera Merah" yang perlu perhatian. Di antara berbagai
"bendera merah" yang perlu diperhatikan itu ialah:
1.
Penggunaan
gugus kendali mutu tidak bebas nilai. Konsep tersebut tidak begitu saja langsung bisa diterapkan di semua
jenis organisasi karena ada faktor-faktor yang turut berpengaruh pada efektivitas,
penggunaan teknik itu.
2.
Salah satu kelemahan gugus kendali mutu ialah bahwa para anggota gugus
tidak secara langsung ikut menikmati hasil finansial dari keberhasilan penerapan
teknik gugus kendali mutu dan tidak mustahil mereka mengalalami kekecewaan.
3.
Di
organisasi yang serikat pekerjanya kuat, serikat pekerja mungkin menentang penggunaan teknik ini.
4.
Jika tidak diarahkan dengan tepat, misalnya oleh pimpinan kelompok dan atau
oleh konsultan, pertemuan gugus bisa berubah "bentuk" menjadi pertemuan
sosial dan kesempatan "berhura-hura" bukan untuk memecahkan masalah-masalah
mutu yang dihadapi.
5.
Meskipun sifat keanggotaan dalam gugus kendali mutu bersifat sukarela,
kesukarelaan itu hilang apabila manajemen menekan para bawahannya. Misalnya para
penyelia,untuk membentuk gugus kendali mutu dan para penyelia itu pun menekan
para karyawan bawahannya agar duduk sebagai anggota gugus.
6.
Di
muka telah ditekankan bahwa gugus sering memerlukan informasi untuk mendukung kegiatan analisis yang harus mereka
lakukan.
7.
Jika para anggota gugus dan pimpinannya belum memperoleh pelatihan seperti
telah dibahas dimuka-misalnya dalam bidang teknik-teknik kepemimpinan,
komunikasi, dan proses kelompok-gugus tidak akan berfungsi secara efektif
karena para anggotanya tidak memiliki keterampilan yang diperlukan dan
manajemen tidak mampu berperan sebagaimana mestinya selaku pimpinan mestinya
dalam kegiatan yang sifatnya sangat Partisipatif.
8.
Pentingnya penghematan yang dapat diwujudkan ada kemungkinan terlalu
dibesar-besarkan padahal penghematan tersebut belum pasti terwujud karena hanya
akan menjadi kenyataan di masa depan.
9.
Pada permulaan terbentuknya gugus kendali mutu, pelaksanaan tugas bisa
berjalan sangat lancar karena pimpinan dan para anggotanya masih sangat
bersemangat dan punya berbagai ide segar untuk dibicarakan dan diusulkan kepada
manajemen.
10. Para anggota gugus mengalami
kekecewaan apabila manajemen tingkat rendah dan menengah tidak memberikan
dukungannya, padahal dua kelompok manajemen itulah yang akan ditugaskan oleh manajemen
puncak melaksanakan berbagai saran yang diajukan oleh gugus.
D. MUTU HIDUP KEKARYAAN
Salah
satu upaya dalam dunia kekaryaan untuk memenuhi kebutuhan para karyawan yang terasa
diabaikan itu ialah dengan penerapan teknik peningkatan mutu hidup kekaryaan
yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah "Quality of Work Life",
disingkat "QWL" singkatan mana untuk mudahnya digunakan selanjutnya dalam
karya tulis ini. Penekanan pelaksanaan program QWL diletakkan pada para
karyawan tingkat rendah, yaitu mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang
bersifat teknikal dan operasional, meskipun sebagai konsep ia merupakan suatu
prograln yang mencakup semua lapisan orang dalam organisasi. Karena
itulah QWL sering dipandang sebagai kegiatan PO yang berlangsung pada
lapisan bawah organisasi.
Cara lain untuk mengemukakan ide-ide
pokok dalam QWL sebagai filsafat manajemen ialah
dengan menekankan bahwa:
1.
QWL merupakan suatu
program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan.
2.
QWL memperhitungkan
tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang mengatur
pencegahan tindakan yang diskriminatif, perlakuan para pekerja
dengan cara-cara yang manusiawi, tentang
dan ketentuan sistem imbalan seperti upah minimum.
3.
QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan
berbagai peranannya memperjuangkan kepentingan
para pekerja termasuk dalam hal
upah dan gaji, keselamatan kerja
dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan
berbagai ketentuan normatif
yang berlaku di satu Negara
tertentu.
4.
QWL menekankan
pentingnya manajemen yang pada hakikatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratik termasuk
penyeliaan yang simpatik.
5.
QWL mencakup pengertian
tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen
terhadap para karyawan yang dapat dipertanggung jawabkan secara etis.
Terlepas dari adanya pihak yang pro dan
kontra mengenai
QWL, para ahli
mengemukakan delapan kategori sebagai kerangka untuk melakukan analisis tentang mutu
kehidupan berkarya, yaitu:
1.
Imbalan yang mamadai dan adil. yang dimaksud dengan imbalan yang memadai dan
adil ialah bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada
karyawannya harus memungkinkan
penerimanya memuaskan
berbagai kebutuhannya sesuai dengan
standar hidup karyawan yang bersangkutan sendiri dan
sesuai pula dengan standar pengupahan dan
penggajian yang berlaku di pasaran
kerja.
2.
Kondisi dan lingkungan
pekerjaan yang aman dan sehat.
Maksudnya antara
lain ialah pekerjaan dan lingkungan
keria yang menjamin
bahwa para pekeria
terlindungi dari
bahaya kecelakaan.
3.
Adanya kesempatan untuk segera menggunakan dan mengembangkan kemampuan. Yang dimaksud oleh butir ini ialah bahwa dalam kehidupan
kekaryaan, pekerjaan yang harus diselesaikan memungkinkan penggunaan aneka ragam
keterampilan, terdapat otonomi, pengendalian atau pengawasan yang tidak ketat
karena manajemen memandang para bawahannya terdiri dari orang-orang yang sudah
matang dan dewasa, tersedianya informasi yang relevan dan kesempatan menetapkan
sendiri rencana kerja, temasuk jadwal, mutu dan cara Pemecahan masalah.
4.
Kesempatan berkembang dan keamanan berkarya di
masa depan.
QWL mengandung
pengertian bahwa dalam karya seseorang ,
terdapat kemungkinan
dalam kemampuan kerja dan tersedia kesempatan menggunakan keterampilan
atau pengetahuan baru yang dimiliki.
5.
lntegrasi sosial dalam
lingkungan keria.
Melalui QWL dalam organisasi tidak ada tindakan atau
kebijaksanaan yang
bersifat diskriminatif.
6.
Ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normative. QWLmenjamin bahwa dalam organisasi tidak ada pihak yang campur tangan dalam urusan pribadi seseorang.
7.
Keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan
pribadi. Memang
benar bahwa dengan bekerja pada suatu organisasi seseorang menyerahkan sebagian tenaga dan waktunya
kepada Penggunanya. Untuk itulah ia
menerima imbalan.
8.
Relevansi
sosial kehidupan kekaryaan.
Yang dimaksud di sini ialah bahwa
melalui program QWL setiap karyawan dibina agar memiliki persepsi yang tepat tentang
berbagai aspek sosial kehidupan organisasional, seperti:
a. tanggung jawab sosial perusahaan,
b. kewajiban menghasilkan produk yang bermutu tinggi
dan berguna bagi masyarakat,
c. pelestarian lingkungan,
d. pembuangan limbah industri dan limbah domestik,
e. pemasaran yang jujur,
f. cara dan teknik menjual yang tidak menimbulkan
harapan yang berlebihan,
g. praktek-praktek dalam mengelolah sumber daya manusia,
h. partisipasi dalam peningkatan kesejahteraan seluruh
masyarakat dengan
ayoman, arahan, bimbingan dan bantuan pemerintah.
E. PENCIPTAAN SISTEM BEKINERJA TINGGI DENGAN TEKNIK
INTERVENSI MENYELURUH
Seperti
dimaklumi, semua intervensi PO diarahkan pada peningkatan efektivitas
organisasi yang pada gilirannya memungkinkannya memiliki kemampuan tidak hanya
untuk mempertahankan eksistensinya, akan tetapi lebih penting dari itu. Yang
lebih penting itu ialah ketangguhan menghadapi berbagai tantangan baru dan tuntutan
internal serta ekstenal
pada tingkat intensitas
yang belum pernah
dialami sebelumnya. Telah dimaklumi bahwa pada dasarnya, PO
adalah suatu pendekatan kesisteman dalam menangani hubungan fungsional, kelompok dan
interpersonal yang terdapat dalam suatu organisasi. Akan tetapi
dalam PO terdapat pula berbagai bentuk intervensi dimaksudkan untuk menjamin keberhasilan
perwujudan perubahan dalam
satu sistem sebagai keseluruhan. lntervensi pada tingkat sistem dapat dikatakan sebagai suatu
kerangka rancang bangun atau desain struktural
dalam meneliti suatu organisasi.
Objek
penelitiannya ialah:
(a) cara yang digunakan
untuk mendesain organisasi,
(b) pola arus proses dalam organisasi, dan
(c) interaksi antara individu dan kelompok dalam kerangka arus dan struktur sistem
tersebut.
Intervensi-intervensi
utama pada tingkat sistem dimaksudkan untuk
mengembangkan sistem berkinerja tinggi.
Tiga
bentuk intervensi
tingkat sistem yang paling dikenal dan banyak digunakan ialah:
1.
Sistem Bekinerja Tinggi
untuk melihat apakah suatu sistem
organisasi memenuhi kriteria "unggul" dan berkinerja tinggi atau tidak, delapan faktor perlu dikaji, yaitu:
a) sistem menampilkan
kinerja yang unggul diuji dengan standar dan bukan standar yang hanya berlaku secara internal,
b) Keunggulan kinerja tampak bila dibandingkan
dengan apa yang dianggap tingkat kinerja
potensial; dengan kata
lain kinerja nyata tidak jauh berbeda dengan kinerja potensial;
c) Terjadi peningkatan kinerja dibandingkan
dengan penampilan di masa lalu;
d) Pengamat ahli yang netral berpendapat bahwa
sistem secara kualitatif lebih
baik dibandingkan dengan sistem lain yang
sejenis;
e) Sistem hanya menggunakan sebagian dari
sarana, daya dan dana yang tersedia untuk menyelenggarakan fungsinya;
f) sistem dapat dijadikan contoh tentang cara
berprestasi dan oleh karena itu menjadi sumber
ide dan inspirasi bagi sistem-sistem yang lain;
g) sistem dengan kinerja
tinggi marnpu memenuhi persyaratan ideal yang
dituntut oleh budaya dalam mana sistem berada dan
bergerek;
h) Hanya organisasi itulah yang mampu menampilkan kinerja pada tingkat seperti yang ditampilkannya.
2.
Program
PO dalam Bentuk Kisi-kisi
Program Po dalam bentuk kisi-kisi biasanya dimulai dengan Penyelenggaraan sesuatu bentuk
pengembangan bagi para pejabat pimpinan dalam
organisasi,
misalnya seminar, tentang
konsep-konsep
yang terdapat dalam “Kisi-kisi Manajerial” (Manageriat Grid). Hal
ini tidak mengherankan karena konsep
“Kisi-kisi manajerial” berasal dari kedua
pakar itu juga. Tetapi pelatihan dimaksud
harus diikuti oleh
langkah-langkah lain seperti dibahas berikut ini:
Pertama: Seminar Kisi-kisi. Tata cara penyelenggaraan seminar “kisi-kisi” menurut “ajarar”
Blake dan Mouton menunjukkan skenario sebagai berikut:
a)
Keterlibatan suatu organisasi dalam penyelenggaraan program PO dalam bentuk
kisi-kisi biasanya bermula dari adanya seseorang dalam kelompok manajemen yang
membaca suatu artikel atau buku tentang "Kisi-kisi Manajerial".
b)
b.Mungkin karena keinginan untuk lebih mendalami konsep-konsep yang terdapat di dalamnya, yang bersangkutan menghadiri seminar publik tentang hal tersebut;
c) seminar yang biasanya berlangsung selama
seminggu itu mempersyaratkan persiapan selama 30-40 jam sebelum seminar dimulai;
d) Sasaran seminar adalah:
·
mendalami
"kisi-kisi" sebagai instrumen menganalisis cara berpikir.
·
meningkatkan
objektivitas seseorang dalam menilai diri sendiri.
·
peningkatan kemampuan
berkomunikasi secara efektif.
·
belajar dan mampu
bekerja dalam suatu tim.
·
mampu menyelesaikan
konflik dalam kelompok.
·
menganalisis kultur organisional
yang dianut oleh
seseorang dengan menggunakan
"kisi-kisi" sebagai kerangka berpikir.
·
memahami tahap-tahap
yang harus dilali dalam menyelenggarakan program PO dalam bentuk
kisi-kisi.
e) Seminar
merupakan kegiatan yang sangat terstruktur dalam arti sebagian besar waktu
digunakan untuk penyajian ceramah singkat dan proyek tim.
Kedua: Pembinaan Kerja Sama Tim. Telah dimaklumi bahwa
suatu organisasi
terdiri dari berbagai komponen yang
dikenal dengan beraneka ragam nama
seperti satuan kerja, kelompok, tim dan lain sebagainya. Komposisi keanggotaannya pun berbeda-beda.
Ketiga:Pengembangan Kerjasama Antartim. Tahap pengembangan
kerjatim yang dibahas di muka memang mencakup semua komponen sistem yang bersangkutan,
mulai dari sub sistem yang paling atas,kelompok direksi misahya,hingga tim kerja
pada tingkat paling bawah dalam organisasi.
Keempat:Pengembangan suatu Model strategis yang ideal. Pentingnya Pengembang suatu model strategis yang
ideal jelas tampak apabila diingat bahwa model itu
memberikan kepada organisasi
pengetahuan dan keterampilan
untuk untuk bergerak dari suatu pendekatan rektif ke pendekatan proaktif.
Kelima: Implementasi Model Strategis yang ldeal.
Pengalaman menunjukkan bahwa
model strategis yang diciptakan tidak mungkin diimplementasikan melalui perintah.
Kalaupun cara itu ditempuh, hasilnya tidak akan memuaskan.
Keenam:
Kritik yang
Sistematik. Langkah terakhir dalam pelaksanaan program PO berdasarkan
kisi-kisi ialah melakukan kritik atau evaluasi yang sistematik tentang
sasaran perubahan. Cara melakukan kritik atau penilaian ialah menggunakan
teknik survei yang terdiri dari 100 pertanyaan yang dimaksudkan untuk
menggali informasi tentang perilaku manajerial, kerja sama
tim, hubungan antarkelompok dan strategi organisasi.
3.
Survei
untuk Memperoleh Umpan Balik
Penting untuk menekanlan bahwa agar
kegiatan survei ini berhasil, diperlukan kerja sama antara konsultan
dengan kliennya-terutama manajemen puncak-dalam bentuk partisipasi
menyusun pertanyaan yang akan diinkorporasikan dalam kuesioner dan turut merencakan kegiatan
pengumpulan data.
Hasil olahan data
itu kemudian disampaikan pada manajemen untuk dibahas dan menggunakannya sebagai
dasar bertindak, kesemuanya demi peningkatan organisasi.
Langkah-tangkah
dalam Pelaksanaan survei.
Pelaksanaan riset survei yang untuk memperoleh umpan
balik tentang efektif tidaknya intervensi
yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan program PO meliputi empat langkah
yang uraiannya adalah sebagai berikut:
Langkah
pertama: Keterlibatan manajemen puncak dalam
perencanaan pendahuluan dari kuesioner yang
akan digunakan dalam survey. ]ika di pandang perlu,
anggota-anggota tertentu dari
organisasi dapat pula ditunjukan untuk turut serta.
Langkah kedua:
Kuesioner sebagai instrumen survei disebarluaskan oleh konsultan kepada semua anggota
organisasi.
Langkah
ketiga: Data yang masuk dari semua responden diolah
oleh konsultan
dan hasilnya diumpan balikkan kepada tim kerja atau satuan-satuan kerja dalam seluruh
jajaran organisasi.
Langkah keempat: Setelah
menerima umpan balik yang berupa data itu, setiap
manajer mengadakan pertemuan dengan para bawahan langsungnya untuk mendiskusikan substansi umpan
balik tersebut. Diskusi yang diselenggarakan
biasanya dimaksudkan untuk menyusun rencana dan program
aksi dalam rangka mewujudkan perbaikan. Pertemuan dimaksud dihadiri oleh
konsultan Po yang bersangkutan yang bertindak selaku konsultan proses
atau
sebagai
nara sumber.
BAB III
PENUTUP
A.KELEBIHAN
1.kelebihaan dari rancang bangun
pekerjaan ini terdapat pada dua teori,yaitu Teori Perkayaan Pekerjaan dan Teori Karakteristik Pekerjaaan.
2.keunggulan dari adanya Tim Kerja yang
Mandiri,yaitu organisasi dapat memecahkan masalah tertentu atau mengembangkan
produk baru.
3.kelebihan dengan adanya Gugus Kendali
Mutu,yaitu organisasi tersebut dapat mendiskusikan, menganalisis dan
menyarankan pemecahan terhadap masalah-maasalah yang dihadapi menyangkut bidang produksi.
4.keunggulan dengan adanya Mutu Hidup
Kekaryaan,yaitu sebagai teknik untuk
menigkatkan kepuasan dan produktivitas kerja para karyawan, hubungan industrial
yang serasi, manajemen yang partisipatif dan sebagai salah satu bentuk intervensi dalam PO.
.
B.KEKURANGAN
1.kekurangan dari rancang bangun
pekerjaan yang di lakukan oleh Taylor belum memperhitungkan unsur manusia
dilihat dari segi harkat dan martabatny
2.kekurangan dari Tim kerja
tersebut,yaitu 1)jika Tim kerja tersebut tidak interdependen dengan kelompok
lain,maka pembentukan tim tidak diperlukan, 2)pembentukan tim kerja tidak perlu
dipaksakan,karena pembentukan tim perlu
kegiatan pengembangan eksekutif dan pelatihan bagi mereka terlebih
dahulu, 3)apabila salah satu tim di berikan tugas tambahan yang lebih berat
tetapi tidak diimbangi dengan imbalan yang ekstra maka tim tersebut tidak akan
menyenanginya atau bahkan menolaknya, 4)jika organisasi mengubah tipe dan strukturnya hingga lebih
datar,maka akan berkurangnya kesempatantan untuk menaiki tangga bagi para
karyawan, 5)Tim hanya menyelesaikan tugas spesifiknya setelah itu bubar dan
para anggotanya kembali kesatuan semula.
3.kekurangan dari Gugus Kendali
Mutu,yaitu para anggota tersebut tidak secara langsung menikmati hasil
financial dari keberhasilan penerapan teknik gugus kendali mutu dan tidak
mustahil bagi mereka mengalami kekecewaan. Disamping itu juga, akan berakibat
pada pengurangan karyawan karena keberhasilanya, para anggota gugus bisa
kehilangan pekerjaan.
4.kekurangan Mutu Hidup kekaryaan,yaitu pada imbalan yang
diterima oleh karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima oleh orang
lain, jika tidak akan terjadi masalah
DAFTAR PUSTAKA
Posting Komentar untuk "MAKALAH TEORI ORGANISASI DAN ADMINISTRASI (Rancang Bangun Pekerjaan organisasi)"